Spiga

Sampah Organik dan Anorganik, Siapa yang mau peduli?

Kejadian ini berawal ketika saya mengamati kebiasaan di keluarga istri saya dalam memperlakukan sampah.  Setelah saya menikah, saya sementara waktu tinggal di rumah keluarga istri saya.  Nuansa alam pedesaan masih sangat terasa, sungguh nyaman rasanya.  Ada hal yang menarik yang membuat saya takjub dengan kebiasaan dalam hal menangani sampah rumah tangga.  Ketika di dapur, saya memperhatikan istri saya ketika membuang sampah.  Istri saya memisahkan antara sampah plastik dengan sampah bekas sayuran.  Ada dua tempat sampah di situ, yaitu dari kantong kresek besar dan bekas keranjang belanjaan yang sudah tidak terpakai.  Kantong kresek buat sampah plastik dan keranjang buat bekas sayuran. Ternyata hal ini juga dilakukan oleh seluruh keluarga istri saya dalam membuang sampah.  Padahal menurut saya buat apa sih repot-repot memisahkan sampah, tinggal buang saja, beres.


Hal ini saya coba diskusikan dengan istri saya mengenai kejadian yang saya amati dalam beberapa hari yang lalu.  Dengan bijak, istri saya menjelaskan bahwa kebiasaan membuang sampah dengan dipisahkan terlebih dahulu sudah sejak lama dipraktekkan yang di awali oleh ibu.  Kemudian semuanya mengikuti.  Alasannya sih sederhana, yaitu dengan memisahkan sampah plastik dan sejenisnya (anorganik) dengan bekas sayuran dan sejenisnya (organik) agar plastik gampang dibakar dan bekas sayuran lama kelamaan membusuk sehingga bagus untuk tanah..

Saya jadi malu, orang di desa yang jauh dari pusat kota tapi begitu sangat peduli dengan lingkungannya dibandingkan saya yang pernah tinggal di sebuah perumahan dijantung ibukota provinsi.  Saya tidak bisa memanfaatkan dua buah tempat sampah dengan tulisan organik dan anorganik dengan benar.  Hanya karena tidak mau repot serta tetangga juga melakukan hal yang sama dengan saya.  Teori mengenai sampah organik dan anorganik sudah saya pahami, tapi ketika dipraktekkan ternyata memang hanya berat di awal-awal saja dan seterusnya malah mengasyikkan.

Sejak saat itu saya sudah mulai melakukan kebiasan ini dan menularkan kepada siapapun yang masih mau peduli dengan sampah. Kalau tidak kita, harus menunggu siapa?